Terkadang ketika seseorang bertaubat, banyak godaan yang membuat ia kembali melakukan dosa yang sama. Namun setelah itu sadar akan kesalahannya dan bertaubat lagi, serta tak jarang melakukan fase tersebut berulang kali. Kemudian terlintas, apakah hal yang demikian dapat diperbaiki atau tidak?
Allah berfirman pada Q.S An-Nisa (4) ayat 17
اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Sesungguhnya tobat yang pasti diterima Allah itu hanya bagi mereka yang melakukan keburukan karena kebodohan, kemudian mereka segera bertobat. Merekalah yang Allah terima tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S An-Nisa (4) : 17)
Ketika taubat kemudian berbuat lagi, jangan menyimpulkan Allah tidak menerima taubat kita. Terus taubati, sampai dititik menyesali perbuatan tersebut. Orang yang terus menyesali perbuatan yang tidak tepat dari dirinya dan bertaubat, justru Allah mencintai orang tersebut, sebagaimana yang dijelaskan pada Q.S Al-Baqarah (2) ayat 222 di akhir ayatnya.
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (Q.S Al-Baqarah (2) : 222)
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar kuat pengaruh taubatnya, nasihat para ulama adalah ketika terdorong berbuat maksiat, bayangkan saat itu diwafatkan oleh Allah. Setelah itu bergabung dengan lingkungan orang-orang shaleh, agar terhindar dari lingkungan yang tidak baik. Kemudian, perbaiki shalat, memohon kepada Allah agar dibimbing diberi kekuatan agar dapat mengendalikan segala potensi maksiat, dan melatih puasa. Puasa menjadi langkah yang paling efektif untuk tercegah dari segala potensi maksiat, minimal ada ketakutan batal atau tidak diterima ketika akan melakukan maksiat.